Komunikasi Terapeutik dan Intrapersonal Perawat Klien

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN INTRAPERSONAL PERAWAT KLIEN


A.    Komunikasi Terapeutik
1.         Definisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
2.         Tujuan Komunikasi Terapeutik
a.         Realisasi diri dan penerimaan diri.
b.        Identitas diri yang jelas dan integritas tinggi
c.         Kemampuan membina hubungan interpersonal
d.        Peningkatan fungsi dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan tujuan personal yang realistis.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut: 
a.         Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b.        Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c.         Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d.        Altruistik
e.         Rasa tanggung jawab etik dan moral
f.         Tanggung jawab
3.         Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
4.         Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik
a.         Kejujuran (Trustworthy)
b.        Ekspresif dan tidak membingungkan agar tidak terjadi kesalahpahaman
c.         Bersikap positif
d.        Empati, bukan simpati
e.         Melihat permasalahan dari kacamata pasien
f.         Menerima pasien apa adanya
g.        Sensitive terhadap perasaan pasien
h.        Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien
5.         Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Karakteristik Komunikasi Terapeutik Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut:
a.         Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
b.        Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
c.         Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
6.         Fase Hubungan Komunikasi Terapeuti
a.         Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.
b.        Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
c.         Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan
7.         Teknik Komunikasi Terapeutik
a.         Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
b.        Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.
c.         Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
d.        Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.
e.         Memfokuskan Pembicaraan
Tujuan penerapan metode ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik dan mudah dimengerti. Perawat tidak perlu menyela pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah penting kecuali apabila tidak  membuahkan informasi baru.
f.         Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada  permasalahan yang sedang dibicarakan.
g.        Menawarkan Informasi.
Penghayatan kondisi klien akan lebih baik apabila ia mendapat informasi yang cukup dari perawat. Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakkan pendidikan kesehatan bagi klien. Apabila ada informasi yang tidak disampaikan oleh dokter, perawat perlu meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan, bukan menasihatinya.
h.        Diam
Dengan diam akan terjadi proses pengorganisasian pikiran dipihak perawat dan klien. Penerapan metode ini memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien berkomunikasi dengan dirinya sendiri, menghimpun pikirannya, dan memproses informasi.
i.          Menunjukkan Penghargaan
Menunjukkan penghargaan dapat dinyatakan dengan mengucapkan salam kepada klien, terlebih disertai menyebutkan namanya. Hal ini akan diterima oleh klien sebagai suatu penghargaan yang tulus. Dengan demikian klien merasa keberadaannya dihargai.
j.          Refleksi
Reaksi yang muncul dalan komunikasi antara perawat dan klien disebut refleksi. Refleksi dibedakan dalam dua klasifikasi:
1.        Refleksi isi bertujuan mensahkan sesuatu yang didengar. Klarifikasi ide yang diungkapkan oleh klien dan pemahaman perawat tergolong dalam klasifikasi refleksi ini.
2.      Ungkapan yang bertujuan memberi respon terhadap ungkapan perasaan klien tergolong dalam refleksi perasaan. Refleksi ini bertujuan agar klien dapat menyadari eksistensinya sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai individu yang berdiri sendiri.
8.         Sikap Komunikasi Terapeutik
a.         Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
b.        Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.         Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d.        Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e.         Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
8.         Sikap Komunikasi Terapeutik
a.         Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
b.        Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.         Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d.        Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e.         Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

B.     Kesadaran Intrapersonal Perawat Klien
1.         Kesadaran Diri
Kesadaran dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
Untuk dapat mengetahui sampai dimana kesadaran diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” perawat seperti apakah saya?”
Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :
a.         Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan kepribadian.
b.        Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.
c.         Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain, dan pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.
d.        Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan menjelaskan tentang arti hidup itu bagi seseorang.
Keempat komponen tersebut secara bersama – sama digunakan sebagai alat untuk meningkatkan keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
1
Diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
2
Hanya diketahui oleh orang lain
3
Hanya diketahui oleh diri sendiri
4
Tidak diketahui oleh siapapun
a.         Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.
b.        Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.
c.         Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.
d.        Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak diketahui oleh diri dan orang lain.
2.         Klarivikasi Nilai
Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya. Walaupun hubungan perawat – klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi keberhasilan hubungan perawat – klien. Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang dimiliki.
3.         Eksplorasi Perasaan
Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987,h.102).
Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia mendapatkan dua informasi penting yaitu bagaimana responnya pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien. Sewaktu berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.
4.         Kemampuan Menjadi Model (Role Model)
Perawat yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan Sundeen, 1987, h.102)
Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
5.         Altruisme
Perawat harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong orang lain? helper yang baik harus interes dengan orang lain dan siap menolong dengan cara mencintai dari manusia tersebut. Secara benar bahwa seseorang selama hidupnya membutuhkan kepuasan dan penyelesaian dari kerja yang dilakukan. Tujuannya mempertahankan keseimbangan antara kedua kebutuhan tersebut.
6.         Etik dan Tanggung Jawab
Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat dapat memberikan berupa kesadaran akan petunjuk untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat umumnya menampilkan penguatan nilai hubungan perawat-klien dan tanggung jawab dan pemberian pelayanan yang merupakan rujukan untuk semua perawat dalam memberikan penguatan untuk kesejahteraan pasien dan tanggung jawab sosial. Pilihan etik bertanggung jawab dalam menentukan pertanggung jawaban, risiko, komitmen dan keadilan.

Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan akan tanggung jawab untuk merubah perilaku. Dimana harus diketahui batasan dan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan oleh anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk menggali pengetahuan dan kemampuan dalam menolong orang lain; sumber-sumber yang digunakan guna dipertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna (1996). Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Bandung
MH. Pribadi Zen (2013). Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal Keperawatan Profesional. Jogjakarta: D-Medika
Stuart dan Sundeen (1998). Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta

Posting Komentar